Selasa, 16 November 2010

Faktor-faktor yang Mempengaruhi Erupsi Gigi

Erupsi gigi adalah proses yang bervariasi pada setiap anak. Variasi ini masih
dianggap sebagai suatu keadaan yang normal jika lamanya perbedaan waktu erupsi
gigi masih berkisar antara 2 tahun. Variasi dalam erupsi gigi dapat disebabkan oleh
faktor yaitu:
 Faktor Genetik
Faktor genetik mempunyai pengaruh terbesar dalam menentukan waktu dan urutan erupsi gigi yaitu sekitar 78%, termasuk proses kalsifikasi.
 Faktor Jenis Kelamin
Pada umumnya waktu erupsi gigi anak perempuan lebih cepat dibandingkan anak laki-laki. Perbedaan ini berkisar antara 1 hingga 6 bulan. Waktu erupsi gigi anak perempuan lebih cepat dibanding dengan anak laki-laki disebabkan faktor hormon yaitu estrogen yang memainkan peranan dalam pertumbuhan dan perkembangan sewaktu anak perempuan mencapai pubertas.
 Faktor Ras
Waktu erupsi gigi orang Eropa dan campuran Amerika dengan Eropa lebih lambat daripada waktu erupsi orang Amerika berkulit hitam dan Amerika Indian. Orang Amerika, Swiss, Perancis, Inggris, dan Swedia termasuk dalam ras yang sama yaitu Kaukasoid dan tidak menunjukkan perbedaan waktu erupsi yang terlalu besar.
Faktor Lingkungan
Faktor lingkungan tidak banyak mempengaruhi pola erupsi. Faktor tersebut adalah:
1. Sosial Ekonomi
Tingkat sosial ekonomi dapat mempengaruhi keadaan nutrisi, kesehatan
seseorang. Anak dengan tingkat ekonomi rendah cenderung menunjukkan waktu
erupsi gigi yang lebih lambat dibandingkan anak dengan tingkat ekonomi
menengah.
2. Nutrisi
Nutrisi sebagai faktor pertumbuhan dapat mempengaruhi erupsi dan proses
kalsifikasi. Keterlambatan waktu erupsi gigi dapat dipengaruhi oleh
faktor kekurangan nutrisi, seperti vitamin D dan gangguan kelenjar endokrin.
Faktor lokal
Faktor-faktor lokal yang dapat mempengaruhi erupsi gigi adalah jarak gigi ke
tempat erupsi, malformasi gigi, persistensi gigi desidui, adanya gigi berlebih, trauma
terhadap benih gigi, mukosa gusi yang menebal, ankilosis pada akar gigi, dan gigi
sulung yang tanggal sebelum waktunya.
Faktor Penyakit
Gangguan pada erupsi gigi desidui dan gigi permanen dapat disebabkan oleh
penyakit sistemik seperti Down syndrome, Cleidocranial dysostosis,
Hypothyroidism, Hypopituitarism, beberapa tipe dari Craniofacial synostosis dan
Hemifacial atrophy.

Tahap Erupsi gigi

Erupsi gigi merupakan suatu proses yang berkesinambungan dimulai dari
awal pembentukan melalui beberapa tahap sampai gigi muncul ke rongga mulut. Ada
dua fase yang penting dalam proses erupsi gigi, yaitu erupsi aktif dan pasif. Erupsi
aktif adalah pergerakan gigi yang didominasi oleh gerakan ke arah vertikal, sejak
mahkota gigi bergerak dari tempat pembentukannya di dalam rahang sampai
mencapai oklusi fungsional dalam rongga mulut, sedangkan erupsi pasif adalah
pergerakan gusi ke arah apeks yang menyebabkan mahkota klinis bertambah panjang
dan akar klinis bertambah pendek sebagai akibat adanya perubahan pada perlekatan
epitel di daerah apikal.
Gigi desidui yang juga dikenal dengan gigi primer jumlahnya 20 di rongga
mulut, yang terdiri dari insisivus sentralis, insisivus lateralis, kaninus, molar satu,
dan molar dua dimana terdapat sepasang pada maksila dan mandibula masingmasing.
Pada usia 6 bulan setelah kelahiran, gigi insisivus sentralis mandibula yang
merupakan gigi yang pertama muncul di rongga mulut, dan berakhir dengan
erupsinya gigi molar dua maksila.
Erupsi gigi permanen pada umumnya terjadi antara usia 5 sampai 13 tahun
kecuali gigi permanen molar tiga (erupsi antara 17 sampai 21 tahun), juga seiring
dengan pertumbuhan dan perkembangan pubertas.
Gigi                          Kalsifikasi          Enamel terbentuk         Erupsi
Insisivus sentralis       3 - 4 bulan          4 - 5 tahun               7 - 8 tahun
Insisivus lateralis      10 – 12 bulan       4 - 5 tahun               8 - 9 tahun
Kaninus                    4 - 5 bulan          6 - 7 tahun             11 - 12 tahun
Premolar pertama  1½ - 1¾ tahun       5 - 6 tahun             10 - 11 tahun
Premolar kedua      2 - 2¼ tahun         6 - 7 tahun             10 - 12 tahun
Molar satu               Pada lahir          2½ - 3 tahun              6 - 7 tahun
Molar dua               2½ - 3 tahun        7 - 8 tahun              12 - 13 tahun
Molar tiga               7 - 10 tahun      12 - 16 tahun             16 - 21 tahun
Insisivus sentralis       3 - 4 bulan         4 - 5 tahun                6 - 7 tahun
Insisivus lateralis        3 - 4 bulan         4 - 5 tahun                7 - 8 tahun
Kaninus                    4 - 5 bulan         6 - 7 tahun                9 - 10 tahun
Premolar pertama   1¾ - 2 tahun        5 - 6 tahun               10 - 12 tahun
Premolar kedua      2¼ - 2½ tahun     6 - 7 tahun               11 - 12 tahun
Molar satu               Pada lahir          2½ - 3 tahun               6 - 7 tahun
Molar dua              2½ - 3 tahun        7 - 8 tahun               11 - 13 tahun
Molar tiga                7 - 10 tahun       12 - 16 tahun           16 - 21 tahun

Pertumbuhan dan Perkembangan Gigi

Benih gigi mulai dibentuk sejak janin berusia 7 minggu dan berasal dari lapisan ektodermal serta mesodermal. Lapisan ektodermal berfungsi membentuk email dan odontoblast, sedangkan mesodermal membentuk dentin, pulpa, semen, membran periodontal, dan tulang alveolar. Pertumbuhan dan perkembangan gigi dibagi dalam tiga tahap, yaitu perkembangan, kalsifikasi, dan erupsi.

 Tahap Perkembangan Gigi

Tahap perkembangan adalah sebagai berikut:
1. Inisiasi (bud stage)
Merupakan permulaan terbentuknya benih gigi dari epitel mulut. Sel-sel tertentu pada lapisan basal dari epitel mulut berproliferasi lebih cepat daripada sel sekitarnya. Hasilnya adalah lapisan epitel yang menebal di regio bukal lengkung gigi dan meluas sampai seluruh bagian maksila dan mandibula.
2. Proliferasi (cap stage)
Lapisan sel-sel mesenkim yang berada pada lapisan dalam mengalami proliferasi, memadat, dan bervaskularisasi membentuk papila gigi yang kemudian membentuk dentin dan pulpa pada tahap ini. Sel-sel mesenkim yang berada di sekeliling organ gigi dan papila gigi memadat dan fibrous, disebut kantong gigi yang akan menjadi sementum, membran periodontal, dan tulang alveolar.
3. Histodiferensiasi (bell stage)
Terjadi diferensiasi seluler pada tahap ini. Sel-sel epitel email dalam (inner email epithelium) menjadi semakin panjang dan silindris, disebut sebagai ameloblas yang akan berdiferensiasi menjadi email dan sel-sel bagian tepi dari papila gigi menjadi odontoblas yang akan berdiferensiasi menjadi dentin.
4. Morfodiferensiasi
Sel pembentuk gigi tersusun sedemikian rupa dan dipersiapkan untuk
menghasilkan bentuk dan ukuran gigi selanjutnya. Proses ini terjadi sebelum deposisi
matriks dimulai. Morfologi gigi dapat ditentukan bila epitel email bagian dalam
tersusun sedemikian rupa sehingga batas antara epitel email dan odontoblas
merupakan gambaran dentinoenamel junction yang akan terbentuk. Dentinoenamel
junction mempunyai sifat khusus yaitu bertindak sebagai pola pembentuk setiap
macam gigi. Terdapat deposit email dan matriks dentin pada daerah tempat sel-sel
ameloblas dan odontoblas yang akan menyempurnakan gigi sesuai dengan bentuk
dan ukurannya.
5. Aposisi
Terjadi pembentukan matriks keras gigi baik pada email, dentin, dan
sementum. Matriks email terbentuk dari sel-sel ameloblas yang bergerak ke arah tepi
dan telah terjadi proses kalsifikasi sekitar

ANKILOSIS PADA SENDI TEMPOROMANDIBULA

TMJ
2.1 Defenisi
Ankilosis berasal dari bahasa Yunani yang berarti kekakuan pada sendi akibat proses dari suatu penyakit. Ankilosis dapat didefenisikan sebagai penyatuan jaringan fibrous atau tulang antara kepala kondilar dengan fosa glenoidalis yang dapat menyebabkan keterbatasan dalam membuka mulut sehingga menimbulkan masalah dalam pengunyahan, berbicara, estetis, kebersihan mulut pasien dan masalah psikologis. 5,7-12 Ankilosis juga merupakan immobilisasi atau fiksasi sendi akibat keadaan yang patologis yang dapat bersifat intrakapsular atau ekstrakapsular.14
2.2 Anatomi Sendi Temporomandibula
Sendi temporomandibula merupakan suatu sendi atau perlekatan yang bilateral dan dapat bergerak yang menghubungkan antara mandibula dengan tulang tengkorak
Sendi temporomandibula didukung oleh :
1). Artikulasi tulang
Sendi temporomandibula terdiri dari persendian yang dibentuk oleh tulang, yang terdiri dari fosa glenoidalis dan prosesus kondilaris mandibula. Prosesus kondilaris ini berbentuk elips yang tidak rata apabila dilihat dari potongan melintang. Sedangkan permukaan artikular dari persendian dilapisi oleh jaringan fibrokartilago yang lebih banyak dibanding kartilago hialin.
2). Diskus Artikularis
Diskus tersusun dari tiga bagian, yaitu pita posterior dengan ketebalan 3 mm, zona intermediat yang tipis, dan pita anterior dengan ketebalan 2 mm.
3). Kapsula
Kapsula merupakan ligamen tipis yang memanjang dari bagian temporal fosa glenoidalis di bagian atas, bergabung dengan tepi meniskus, dan mencapai bawah leher prosesus kondilaris untuk mengelilingi seluruh sendi.
4). Ligamen
Ligamen-ligamen yang terdapat pada sendi temporomandibula yaitu ligamen temporomandibula, ligamen sphenomandibula,ligamen stylomandibula, dan ligamen malleolar mandibula. Ligamen tersebut berfungsi sebagai pelekat tulang dengan otot dan dengan tulang yang lain.
5). Suplai pembuluh darah dan saraf
Suplai saraf sensoris ke sendi temporomandibula didapat dari nervus aurikulotemporalis dan nervus masseter cabang dari nervus mandibularis. Jaringan pembuluh darah untuk sendi berasal dari arteri temporalis superfisialis yang merupakan cabang dari arteri carotis eksterna.
2.3 Etiologi
Beberapa faktor yang dapat menyebabkan terjadinya ankilosis sendi temporomandibula antara lain : 2,10,15
1). Trauma
Trauma merupakan penyebab utama dari ankilosis sendi temporomandibula. Menurut Ellis, fraktur kondilar khususnya fraktur pada leher kondilar merupakan penyebab utama terjadinya ankilosis pada sendi temporomandibula. Tetapi pada awal tahun 1978, Laskin menguraikan beberapa faktor yang mendukung terjadinya trauma pada mandibula sehingga mengakibatkan ankilosis yaitu :
a). Usia pasien
Pada pasien yang masih muda, kapsula belum berkembang dengan baik sehingga memudahkan dalam terjadinya pergeseran kondilar dari fosa glenoidalis.

b). Tingkat keparahan trauma
Kerusakan dari kondilus, diskus dan fosa dipengaruhi oleh derajat keparahan trauma.
c). Lokasi fraktur
Cedera pada intrakapsular mempunyai dampak yang lebih besar dalam terjadinya ankilosis.
d). Diskus artikularis
Kontak langsung antara kondilus yang patah dengan fosa glenoidalis dapat menyebabkan berkembangnya ankilosis.
e). Durasi immobilisasi
Laskin menyatakan bahwa meskipun percobaan untuk membuat ankilosis buatan dengan memperpanjang waktu dari fiksasi tidak berhasil, tetapi hal ini tidak menghilangkan peran dari durasi immobilisasi sebagai faktor etiologi.
2). Still’s disease ( Artritis kronik juvenil) dan artritis rhematoid
Kerusakan sendi secara kronik, deformitas dan terbatasnya pertumbuhan mandibula dapat disebabkan oleh penyakit oligoarticular rheumatoid juvenil.
3). Inflamasi pada sendi
Artritis septik dan artritis tuberkulosa dapat menyebabkan ankilosis.
4). Riwayat bedah pada sendi temporomandibula
Pada pasien yang telah mengalami pembedahan pada sendi temporomandibulanya apabila permukaan dari sendi tidak sembuh secara tepat maka permukaan tersebut akan lebih meradang dan jaringan yang fibrotik akan melekat pada diskus sehingga dapat berpotensi menjadi ankilosis.

5). Bedah ortognatik
Efek dari operasi bimaksiler pada kondilar telah diketahui secara jelas dimana perubahan-perubahan pada posisi kondilar dapat mempengaruhi artikulasi dan fungsi secara signifikan.
6).Penyebab lainnya
Ankilosis kongenital biasanya dihubungkan dengan forcep yang digunakan pada waktu melahirkan dimana forcep tersebut menyebabkan kerusakan pada sendi temporomandibula pada neonatus.
2.4 Klasifikasi
Terdapat beberapa klasifikasi yang dipergunakan untuk menjelaskan ankilosis sendi temporomandibula. Topazian (1966) mengklasifikasikan ankilosis sendi temporomandibula antara lain : 2

1) Tipe I

Perlekatan fibrous pada atau di sekitar sendi yang membatasi pergerakan kondilar.

2) Tipe II.

Pembentukan tulang antara kondilus dan fosa glenoidalis

3) Tipe III

Penyatuan leher kondilus pada fosa secara menyeluruh.
Kazanjian mengklasifikasikan ankilosis sendi temporomandibula sebagai berikut :

1) Ankilosis murni/ ankilosis intra artikular

Suatu kondisi dimana terjadi perlekatan tulang atau fibrous terhadap sendi.

2) Pseudoankilosis/ ankilosis ekstra artikular

Ankilosis yang terjadi akibat penyakit yang tidak berhubungan secara langsung dengan sendi.
Selain itu, terdapat juga klasifikasi menurut Sawhney yang mengklasifikasikan ankilosis sendi temporomandibula antara lain : 7,11

1) Tipe I

Pembentukan tulang yang minimal, tetapi perlekatan fibrous meluas sampai di sekitar sendi.

2) Tipe II

Terjadi pembentukan tulang khususnya pada pinggiran permukaan sendi.

3) Tipe III

Pembentukan tulang antara mandibula dengan tulang temporal.

4) Tipe IV

Digantikannya sendi dengan massa tulang.
2.5 Gejala Klinis
Gejala-gejala yang diakibatkan oleh ankilosis pada sendi temporomandibula dapat dilihat dari aspek fungsional,estetis, dan psikologi. Ankilosis pada mandibula dapat menyebabkan yaitu: 9
1). Keterbatasan pada pergerakan rahang
2). Berkurangnya fungsi pengunyahan
3). Keterbatasan pada pembukaan mulut
4). Terhambatnya pertumbuhan wajah
5). Pengucapan yang tidak jelas
6). Pertumbuhan mandibula berkurang sehingga menyebabkan bird face
7). Asimetri pada wajah apabila ankilosis terjadi hanya pada satu sisi
8). Susah bernafas dan menelan
9). Mendengkur dan susah bernafas saat tidur
10).Gigi yang tidak teratur akibat kurangnya ruang untuk erupsi komponen gigi yang normal.
2.6 Diagnosa ankilosis sendi temporomandibula
Diagnosa dari penyakit atau gangguan fungsi sendi temporomandibula dilakukan dengan pemeriksaan riwayat pasien, pemeriksaan klinis yang hati-hati dan terkadang membutuhkan pemeriksaan tambahan yaitu artroskopi. Diagnosa dari penyakit atau gangguan fungsi sendi temporomandibula juga tergantung pada ketepatan interpretasi hasil foto rontgen.1,14
2.6.1 Riwayat penyakit
Keluhan yang dirasakan oleh penderita ankilosis sendi temporomandibula yaitu :

1) Perubahan luas pergerakan pembukaan mulut/ trismus

Pada penderita sendi temporomandibula dapat dilihat berkurangnya luas pergerakan yang nyata, khususnya pada jarak antar insisal.

2) Perubahan oklusi

Beberapa penderita mengeluhkan perubahan pada gigitan, dimana gigi penderita tidak terkatup secara tepat.

3) Perawatan sebelumnya

Informasi mengenai perawatan sebelumnya juga dapat membantu dalam menegakkan diagnosa. Dilakukan pencatatan kronologi perawatan sebelumnya khususnya perawatan bedah pada sendi temporomandibula.
2.6.2 Pemeriksaan klinis
Pemeriksaan klinis pada penderita ankilosis sendi temporomandibula dapat didasarkan atas pemeriksaan terhadap :

1) Oklusi

Dilakukan pemeriksaan pada gigi secara menyeluruh dengan memperhatikan faktor oklusi. Gangguan oklusi secara umum bisa langsung diperiksa.

2) Pembukaan antar insisal

Evaluasi luas pergerakan mandibula yang diukur dengan penggaris dengan skala milimeter atau jangka.

3) Pergerakan lain

Pengukuran pergeseran secara lateral biasanya pada titik atau garis tengah kemudian dibandingkan kesimetrisannya.

4) Deviasi

Deviasi pada mandibula sewaktu membuka mulut atau protrusi dapat terlihat dengan jelas.
2.6.3 Radiografi
Radiografi yang dapat digunakan untuk menegakkan diagnosa dari ankilosis sendi temporomandibula yaitu : 6,13

1. Orthopantomograph dapat digunakan untuk melihat kedua sendi temporomandibula sehingga dapat dibandingkan jika ankilosis hanya mengenai satu sisi.

2. Foto TMJ transkranial dapat digunakan untuk menentukan diagnosis perubahan yang menyangkut jaringan tulang dan adanya keterbatasan pergerakan dengan cara membandingkan posisi prosesus kondilaris dua sisi dalam keadaan terbuka dan tertutup

3. Computed Tomography Scan (CT-scan) dapat digunakan untuk mengukur lebar anteroposterior dan relasi sendi terhadap fosa kranio media. Selain itu, 3D CT-scan juga dapat memberikan gambaran deformitas yang nyata.

Pada pemeriksaan radiografi, sendi temporomandibula yang terkena ankilosis akan menunjukkan gambaran adanya kehilangan bentuk sendi yang normal dengan penyatuan prosesus kondiloideus dan fosa glenoidalis. Dimana luasnya bervariasi dan tergantung pada keparahan ankilosis tersebut.2,17

Pada tahun 1980, computed tomography scan (CT-scan) mulai diaplikasikan pada ankilosis sendi temporomandibula. Pemeriksaan ankilosis sendi temporomandibula dengan menggunakan CT-scan dalam arah sagital, koronal, aksial menunjukkan terjadinya perluasan dan kepadatan massa tulang dan penebalan pada tulang temporal di daerah glenoid. Massa ankilosis mempunyai gambaran yang khas bila dilihat dari pandangan koronal, dimana gambarannya terlihat seperti bentuk jamur. CT-scan juga dapat memberikan gambaran yang jelas ankilosis yang disebabkan secara ekstra artikular.2,4
2.6.4 Pemeriksaan dengan Artroskopi
Pemeriksaan ankilosis sendi temporomandibula secara diagnostik khusus dilakukan dengan menggunakan artroskopi pada sendi temporomandibula. Artroskopi adalah suatu prosedur yang melibatkan serat optik kecil yang disisipkan kepada celah diatas sendi sehingga memungkinkan dilakukannya pengamatan pada struktur sendi temporomandibula serta untuk mengatasi terbatasnya akses pada sendi temporomandibula sewaktu pembedahan. Artroskopi dapat digunakan sebagai diagnostik dan sebagai terapi. Artroskopi secara diagnostik diindikasikan saat pemeriksaan langsung pada sendi diperlukan untuk memastikan dugaan kelainan klinis yang tidak mudah dipastikan dengan prosedur diagnostik yang lain.1
Pemeriksaan ini dilakukan dengan artroskop berdiameter luar 2,4 mm dan 2,7 mm dan diameter optikal 1,7 mm dan 2,4 mm. Lensa pembesar bervariasi dari pembesaran 1 x hingga 15 x tergantung pada jarak antara obyek dan ujung artroskop. Prosedur ini dilakukan dengan bantuan anastesi local.

source :http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/16849/4/Chapter%20II.pdf

SARIAWAN

Mengatasi Sariawan

Sariawan atau stomatitis adalah radang yang terjadi pada mukosa mulut, biasanya berupa bercak putih kekuningan. Bercak itu dapat berupa bercak tunggal maupun berkelompok. Sariawan dapat menyerang selaput lendir pipi bagian dalam, bibir bagian dalam, lidah, gusi, serta langit-langit dalam rongga mulut. Meskipun tidak tergolong berbahaya, namun sariawan sangat mengganggu.


Sariawan dapat disebabkan oleh kondisi mulut itu sendiri, seperti kebersihan mulut yang buruk, pemasangan gigi palsu, luka pada mulut karena makanan atau minuman yang terlalu panas, dan kondisi tubuh, seperti adanya alergi atau infeksi.


Sariawan identik dengan kekurangan vitamin C. Kekurangan vitamin itu memang mengakibatkan jaringan di dalam rongga mulut dan jaringan penghubung antara gusi dan gigi mudah robek yang akhirnya menyebabkan sariawan. Namun, kondisi tersebut dapat diatasi jika kita sering mengonsumsi buah dan sayuran.


Sariawan umumnya ditandai dengan rasa nyeri seperti terbakar yang terkadang menyebabkan penderita sulit untuk menelan makanan, dan bila sudah parah dapat menyebabkan demam. Gangguan sariawan dapat menyerang siapa saja, termasuk bayi yang masih berusia 6-24 bulan.


Banyak penelitian menunjukkan bahwa faktor psikologis (seperti emosi dan stres) juga merupakan faktor penyebab terjadinya sariawan. Kondisi lainnya yang diduga memicu sariawan yaitu kekurangan vitamin B, vitamin C, serta zat besi; luka tergigit pada bibir atau lidah akibat susunan gigi yang tidak teratur; luka karena menyikat gigi terlalu keras atau bulu sikat gigi yang sudah mengembang; alergi terhadap suatu makanan (seperti cabai dan nanas); gangguan hormonal (seperti sebelum atau sesudah menstruasi); menurunnya kekebalan tubuh (setelah sakit atau stres yang berkepanjangan); dan adanya infeksi oleh mikroorganisme.


Sariawan dapat diredakan dengan menggunakan beberapa jenis obat, baik dalam bentuk salep (yang mengandung?antibiotika dan penghilang rasa sakit), obat tetes, maupun obat kumur. Saat ini, sudah banyak tersedia pasta gigi yang dapat mengurangi terjadinya sariawan. Jika sariawan sudah terlanjur parah, dapat digunakan antibiotika dan obat penurun panas (bila disertai dengan demam). Sariawan umumnya akan sembuh dalam waktu 4 hari. Namun, bila sariawan tidak kunjung sembuh, segera periksakan ke dokter, karena hal itu dapat menjadi gejala awal adanya kanker mulut.


Banyak cara yang dapat dilakukan untuk mencegah terjadinya sariawan, antara lain yaitu menghindari kondisi stres; sering mengonsumsi buah dan sayuran, terutama yang mengandung vitamin B, vitamin C, dan zat besi; menjaga kesehatan atau kebersihan gigi dan mulut; serta menghindari makanan dan obat-obatan yang dapat menyebabkan reaksi alergi pada rongga mulut.


source : http://www.dechacare.com/Mengatasi-Sariawan-I284.html

Cara Menyikat Gigi yang Benar

Cara Menyikat Gigi Yang Benar


Menggosok gigi, setelah makan dan sebelum tidur adalah kegiatan rutin sehari-hari. Tujuannya untuk memperoleh kesehatan gigi/mulut dan napas menjadi segar. Terdapat beberapa cara yang berbeda-beda dalam menggosok gigi, yang perlu diperhatikan ketika menggosok gigi adalah:

(1) Cara menyikat harus dapat membersihkan semua deposit pada permukaan gigi dan gusi secara baik, terutama saku gusi dan ruang interdental (ruang antar gigi);

(2) Gerakan sikat gigi tidak merusak jaringan gusi dan mengabrasi lapisan gigi dengan tidak memberikan tekanan berlebih;

(3) Cara menyikat harus tepat dan efisien.

(4) Frekuensi menyikat gigi maksimal 3 X sehari (setelah makan pagi, makan siang dan sebelum tidur malam), atau minimal 2 X sehari (setelah makan pagi dan sebelum tidur malam).

Telah kita ketahui bahwa frekuensi menggosok gigi adalah sehari 3 X, setiap sehabis makan dan sebelum tidur. Kenyataannya menggosok gigi 3 X sehari tidak selalu dapat dilakukan, terutama ketika seseorang berada di sekolah, kantor atau tempat lain. Manson (1971) berpendapat bahwa menggosok gigi sehari cukup 2 X, setelah makan pagi dan sebelum tidur malam.

Menyikat gigi harus dilakukan secara sistematis, tidak ada sisa makanan tertinggal. Caranya menggosok mulai dari gigi belakang kanan/kiri digerakan ke arah depan dan berakhir pada gigi belakang kanan/kiri dari sisi lainnya. Hasil penyikatan akan lebih baik bila menggunakan disclosing solution atau disclosing tablet sebelum dan sesudah penyikatan gigi. Dengan disclosing solution, lapisan-lapisan yang melekat pada permukaan gigi dapat terlihat jelas.

Dikenal beberapa macam cara menggosok gigi, yaitu,

(a) Gerakan vertikal. Arah gerakan menggosok gigi ke atas ke bawah dalam keadaan rahang atas dan bawah tertutup. Gerakan ini untuk permukaan gigi yang menghadap ke pipi (bukal/labial), sedangkan untuk permukaan gigi yang menghadap lidah/langit-langit (lingual/palatal), gerakan menggosok gigi ke atas ke bawah dalam keadaan mulut terbuka. Cara ini terdapat kekurangan, yaitu bila menggosok gigi tidak benar dapat menimbulkan resesi gingival/penurunan gusi sehingga akar gigi terlihat.

(b) Gerakan horizontal. Arah gerakan menggosok gigi ke depan ke belakang dari permukaan bukal dan lingual. Gerakan menggosok pada bidang kunyah dikenal sebagai scrub brush. Caranya mudah dilakukan dan sesuai dengan bentuk anatomi permukaan kunyah. Kombinasi gerakan vertikal-horizontal, bila dilakukan harus sangat hati-hati karena dapat menyebabkan resesi gusi/abrasi lapisan gigi.

(c) Gerakan roll teknik/modifikasi Stillman. Cara ini, gerakannya sederhana, paling dianjurkan, efisien dan menjangkau semua bagian mulut. Bulu sikat ditempatkan pada permukaan gusi, jauh dari permukaan oklusal/bidang kunyah, ujung bulu sikat mengarah ke apex/ujung akar, gerakan perlahan melalui permukaan gigi sehingga bagian belakang kepala sikat bergerak dalam lengkungan.

Pada waktu bulu-bulu sikat melalui mahkota gigi, kedudukannya hampir tegak terhadap permukaan email. Ulangi gerakan ini sampai lebih kurang 12 kali sehingga tidak ada yang terlewat. Cara ini dapat menghasilkan pemijatan gusi dan membersihan sisa makanan di daerah interproksimal/antara gigi.

Dari sekian cara menggosok gigi, memilih sikat gigi dan menggunakan pasta gigi, yang tersebar banyak di pasaran.

Dengan paparan di atas, kini kita dapat memilih sesuai seleranya masing-masing dan memerhatikan etika menggosok gigi dengan baik dan benar. Tidak malas lagi menggosok gigi, budayakanlah menggosok gigi setelah makan dan sebelum tidur malam, luangkanlah waktu sebentar untuk memelihara gigi Anda dan mencapai napas segar. Perlu diingat dan diperhatikan bahwa sumber infeksi/vokal infeksi itu berawal kondisi gigi dan mulut Anda. Insya Allah dengan gigi sehat dan mulut segar...tidur Anda akan nyenyak dan terhindar dari penyakit. (Drg. R. Ginandjar, A.M. RS Al-Islam Bandung)***

KARIES

DEFINISI KARIES
  -Karies mrpk suatu penyakit jaringan keras gigi, yaitu email, dentin dan sementum, yg disebabkan oleh aktivitas suatu jasad renik dalam suatu karbohidrat yg dapat diragikan.

 -Tandanya adalah adanya demineralisasi
  jaringan keras gigi yg diikuti oleh
  kerusakan bahan organiknya.
 -Akibatnya, terjadi invasi bakteri dan
 kematian pulpa serta penyebaran infeksinya
 ke jaringan periapeks yang dapat
 menyebabkan nyeri dan abses gingiva.

-Pada stadium yg sangat dini, remineralisasi
 bisa saja terjadi, sehingga proses karies
 dapat terhenti.


BEBERAPA TEORI MENGENAI TERJADINYA
KARIES :

ACIDOGENIC THEORY
  menurut Miller ( Teori kemoparasitik)

  (waktu)
  Bakteri + Glukosa  Asam piruvat

  Asam akan menyebabkan demineralisasi diikuti dekalsifikasi
2. PROTHEOLYTIC THEORY
  Asam (yg dihasilkan oleh bakteri) akan
  merusak komponen organik dan anorganik.

3. PROTHEOLYSIS CHELATION THEORY
  adalah proses kompleks antara ion logam
  untuk membentuk substansi kompleks
  melalui ikatan kovalen koordinat (ikatan
  logam dan komponen mineral gigi)
  sehingga tidak terjadi remineralisasi tetapi
  terjadi demineralisasi
 
ETIOLOGI KARIES

Karies merupakan serangkaian proses yg
  terjadi dalam kurun waktu tertentu.
Multifaktorial : beberapa faktor yang menjadi penyebab terjadinya karies.
3 Faktor utama :
  - Host/tuan rumah
     1. HOST/tuan rumah (Saliva dan gigi)
     a. SALIVA
          Dalam keadaan normal, gigi geligi selalu
  dibasahi oleh saliva. Karena kerentanan
  gigi terhadap karies banyak tergantung
  kepada lingkungannya, maka peran saliva
  sangat besar sekali:
1. meremineralisasikan karies yg masih
  dini karena banyak sekali mengandung
  ion Ca dan fosfat. Kemampuan ini
  meningkat jika ada ion fluor.

 2. mempengaruhi komposisi mikroorganisme
  dan pH didalam plak.
- Jika aliran saliva berkurang atau
  menghilang, maka karies dapat menjadi
  tidak terkendali.

- Keberadaan fluor dalam konsentrasi yg
  optimum pada jaringan gigi dan
  lingkungannya merangsang efek anti karies.

 - Kadar F yg mempengaruhi email selama
  proses pertumbuhan gigi tergantung pada
  ketersediaan F dalam air minum atau
  makanan lain yg mengandung fluor.

- Email yg mempunyai kadar F lebih tinggi,
  tidak dengan sendirinya resisten terhadap
  serangan asam, tapi tersedianya F disekitar
  gigi selama proses demineralisasi email
  akan mempengaruhi proses remineralisasi.

- F mempengaruhi bakteri plak dalam
  membentuk asam.

b. GIGI
  Beberapa faktor yg dihubungkan dengan
  gigi sebagai tuan rumah terhadap karies
  yaitu:
  - Morfologi gigi: ukuran dan bentuk gigi
  - Anatomi gigi: pit dan fisur, permukaan
  kasar
  - Struktur email: bagian luar mineralisasi
  lebih sempurna
 
  - Faktor kimia: email banyak mengandung
  fosfat, fluor, sedikit karbonat dan air.
 
  - Kristalografis: kepadatan kristal email
  sangat menentukan kelarutan email,
  semakin padat kistal email maka
  semakin resisten.


  - Agent/mikroorganisme

Plak gigi: penting dalam terjadinya karies

Plak adalah: lapisan lunak yang terdiri atas
  kumpulan mikroorganisme yang
  berkembang biak diatas suatu matriks yang
  terbentuk dan melekat erat pada permukaan
  gigi yang tidak dibersihkan.

Terbentuknya plak:
- Jika email yang bersih terpapar di rongga
  mulut maka akan ditutupi oleh lapisan
  organik yang amorf yang disebut pelikel.

- Pelikel ini terutama terdiri atas glikoprotein
  yang diendapkan dari saliva dan terbentuk
  segera setelah penyikatan gigi. Sifatnya
  sangat lengket dan mampu membantu
  melekatkan bakteri-bakteri tertentu pada
  permukaan gigi.

- Orland dan Keyes: memperlihatkan
  besarnya peran bakteri dalam pembentukan
  karies.

- Streptococcus mutans dan laktobasilus
  merupakan kuman yang kariogenik karena
  mampu segera membuat asam dari
  karbohidrat yang dapat diragikan.
Kuman-kuman tsb dapat tumbuh subur
  dalam suasana asam dan dapat menempel
  pada permukaan gigi karena
  kemampuannya membuat polisakharida
  ekstra sel yg sangat lengket dari
  karbohidrat.

Polisakharida ini yang terutama terdiri
  dari polimer glukosa, menyebabkan
  matriks plak gigi mempunyai konsistensi
  seperti gelatin.

- Akibatnya bakteri-bakteri terbentuk untuk
  melekat pada gigi serta saling melekat satu
  sama lain. Karena plak makin tebal maka
  menghambat fungsi saliva dalam
  menetralkan plak tsb.

- Dalam mulut pasien yg caries active, jumlah
  streptococcus mutans dan laktobasilus
  lebih banyak daripada dalam mulut orang yg
  bebas karies.

  - Substrat/diet
-Beberapa jenis karbohidrat dlm makanan
 mis sukrosa dan glukosa, dapat diragikan
 oleh bakteri tertentu dan membentuk asam
 sehingga pH plak akan menurun sampai
 dibawah 5 dalam tempo 1-3 menit.

-Penurunan pH yg berulang-ulang dalam
 waktu tertentu akan mengakibatkan
 demineralisasi permukaan gigi dan proses
 kariespun dimulai.

- Makanan dan minuman yg mengandung gula
  akan menurunkan pH plak dg cepat sampai
  pada level yg dapat menyebabkan
  demineralisasi email. Plak akan tetap bersifat
  asam selama beberapa waktu.

- Untuk kembali ke pH normal sekitar 7,
  dibutuhkan waktu 30-60 men. Oki, konsumsi
  gula yg sering dan berulang-ulang akan
  tetap menahan pH plak dibawah normal dan
  menyebabkan demineralisasi email.

- Karbohidrat ini menyediakan substrat bagi
  bakteri untuk menghasilkan asam dan
  sintesa polisakharida ekstra sel.

- Tidak semua karbohidrat sama derajat
  kariogeniknya.
- Karbohidrat yg kompleks mis pati relatif
  tidak berbahaya karena tidak dicerna secara
  sempurna didalam mulut, sedangkan
  karbohidrat dengan berat molekul yg rendah
  seperti gula akan segera meresap kedalam
  plak dan di metabolisme dg cepat oleh
  bakteri.

- Sintesa polisakharida ekstra sel dr sukrosa
  lebih cepat daripada glukosa, fruktosa dan
  laktosa. Oki, sukrosa merupakan gula yg
  paling kariogenik, walaupun gula lainnya
  tetap berbahaya. Dan karena sukrosa
  merupakn gula yg paling banyak
  dikonsumsi, maka sukrosa merupakan
  penyebab karies yg utama.


- 1 Faktor tambahan : Waktu
  - Setelah seseorang mengkonsumsi
  makanan kariogenik, maka bakteri dalam
  mulut akan memetabolismenya sehingga
  dihasilkan asam. Demineralisasi dapat
  terjadi setelah 2 jam.

- Bila saliva ada di lingkungan gigi, maka
  karies tidak menghancurkan gigi dalam
  hitungan hari atau minggu, melainkan
  dalam bulan atau tahun. Dengan demikian
  sebenarnya terdapat kesempatan yg baik
  untuk menghentikan penyakit ini.


- Keempat faktor tersebut bisa digambarkan
  sebagai empat lingkaran yg bersitumpang.

- Karies baru bisa terjadi hanya kalau keempat
  faktor tersebut di atas ada bersama-sama.

PENGGOLONGAN KARIES
Karies dapat diklasifikasikan:

1.Berdsrkn daerah anatomis tmpt karies itu
  timbul:
  a. Pada pit dan fisur
  b. Pada permukaan halus: email atau
  sementum dan dentin akar yg terbuka
  (karies akar).
  c. Pada tepian restorasi disebut karies
  rekuren atau karies sekunder.

2.Berdsrkan kedalaman lubang:
  a. Karies Superfisialis: kerusakan s/d email
  b. Karies Media: kerusakan s/d dentin (linu)
  c. Karies Profunda: kerusakan s/d pulpa
  (sakit)

3. Berdasarkan kecepatan kerusakan gigi:

  a.Karies rampan adalah kerusakan yg
  meliputi beberapa gigi yg cepat sekali
  terjadinya, seringkali melputi permukaan
  gigi yg biasanya bebas karies. Keadaan ini
  terutama dapat dijumpai pada:
  - gigi sulung bayi yang selalu menghisap
  “dot” yang berisi cairan mengandung
  gula

- Gigi permanen remaja dan hal ini biasanya
  disebabkan oleh seringnya makan kudapan
  kariogenik dan minuman manis diantara
  waktu makannya.

 - Juga dapat dijumpai pada mulut yg
  salivanya berkurang secara drastis
  (xerostomia). Penyebab xerostomia akut
  biasanya karena radiasi pd daerah kelenjar
  liur (pd penderita tumor ganas)

b. Kebalikan dr karies rampan adalah karies
  terhenti (karies yg tidak berkembang). Hal
  ini dapat djumpai jika lingkungan oral
  telah berubah dari yang tadinya
  memudahkan timbulnya karies kekeadaan
  yg cenderung menghentikan karies. Gb 3
  menunjukan lesi yang terhenti pd daerah
  mesial 47. Mungkin lesi ini berhenti
  berkembang setelah pencabutan 46.
  Lingkungannya telah berubah dan
  permukaan gigi menjadi lebih mudah
  dibersihkn dan lebih mudah dicapai saliva.

4.Berdasarkan letak karies:
  a. Karies bukal/labial
  b. Karies lingual/palatinal
  c. KariesProksimal: karies mesial/distal
  d. Karies oklusal/incisal
  e. Karies servical: karies pd leher gigi

  Kalau lebih dr satu bidang, mis: karies
  Disto Oklusal.

5. Menurut Jenisnya:
  a. Karies primer: karies yg baru pertama
  kali menyerang
  b. Karies sekunder: karies yg terjadi pd gigi
  yg sudah ditambal.

 6. Menurut Tingkat Keparahan:
  a. Iritasi pulpa
  b. Hiperemi pulpa
  c. Pulpitis akut: partialis/totalis
  d. Pulpitis khronik
  e. Kematian pulpa: nekrose/gangren

TANDA DAN GEJALA

 - Tanda awal berupa suatu daerah pada gigi
  yang tampak berkapur (demineralisasi),
  kecoklatan, dan membentuk lubang.

 - Bila email dan dentin sudah mulai rusak,
  lubang semakin tampak, daerah terkena
  berubah warna dan lunak.

 - Karies akan terus bertambah dalam, sampai
  pada rongga pulpa dan terasa sakit, nyeri,
  berdenyut. Nyeri akan bertambah apabila
  terkena makanan dan minuman yang
  panas, dingin, manis.
 - Karies gigi yang tidak dirawat dapat
  menyebabkan bau mulut.
 - Infeksi yang terjadi pada gigi yang karies
  dan tidak dilakukan pengobatan dapat
  menyebar dari gigi ke jaringan/organ tubuh
  lainnya sehingga berbahaya.

 DIAGNOSIS

 - Diagnosis pertama memerlukan inspeksi
  atau pengamatan pada semua permukaan
  gigi dengan bantuan pencahayaan yang
  cukup, kaca mulut, sonde.

 - Untuk karies pada daerah interproksimal
  kadang membutuhkan bantuan pemeriksan
  radiografi.

PERAWATAN/PENGOBATAN
Perawatan/pengobatan yang dilakukan
  tergantung pada tingkat keparahan karies
  yang telah terjadi.
Untuk lesi yang kecil dapat dilakukan
  topikal aplikasi fluorida untuk merangsang
  remineralisasi.
Untuk lesi yang besar dapat diberikan
  perawatan khusus yang bertujuan untuk
  mencegah kerusakan lebih lanjut.

PENCEGAHAN

Tahap sebelum timbulnya penyakit (pre patogenesis) = Pencegahan Primer

  a. Health promotion: cara menyikat gigi,
  pemakaian dental floss
  b. Spesific protection: aplikasi fissure
  sealant

2. Tahap setelah timbulnya penyakit (patogenesis):
  - Pencegahan Sekunder (patogenesis
  awal): diagnosa dini dan pengobatan
  yang tepat misal penambalan pada lesi
  karies untuk mencegah hilangnya struktur
  gigi yang lebih luas.
  - Pencegahan Tersier (akhir dari
  patogenesis): mencegah kehilangan
  fungsi (rehabilitasi) misal pembuatan gigi
  tiruan.

Selain yang telah disebutkan diatas,
pencegahan dapat pula dilakukan dengan
cara:
Pengaturan makanan
Fluoridasi air minum/kumur2 fluor
Sedang dikembangkan imunisasi karies